Selain Ketua KPU, sejumlah komisioner, petugas dan puluhan bakal calon kepala dan wakil kepala daerah juga dilaporkan positif Covid19. Pilkada baru di tahap awal, sudah banyak yang positif Covid19. Gimana nanti? Dulu, penundaan pemungutan suara dari September ke Desember diputuskan oleh KPU melalui persetujuan Pemerintah dan DPR. Pertimbangannya saat itu ya memang karena awal pandemi. Nah kini, pandemi semakin parah, angka positif semakin tinggi, bahkan menyerang aktor dan penyelenggara Pilkada itu sendiri. Pemerintah, DPR dan KPU malah ngotot untuk tetap lanjutkan Pilkada 2020. Mei lalu KPU mempertimbangkan surat Ketua Gugus Tugas yang menyatakan tahapan Pilkada 2020 bisa dilanjutkan di tengah pandemi Covid-19 dengan syarat setiap pihak harus mematuhi protokol kesehatan. Tapi, kenyataan di lapangan sudah ada ratusan pelanggaran protokol kesehatan oleh aktor politik dan masyarakat selama proses pendaftaran dan kampanye. Karenanya Ketua Gugus Tugas sudah seharusnya kembali memberikan surat rekomendasi penundaan Pilkada 2020 jika melihat angka positif yang setiap hari makin naik, bahkan sampai 4000an kasus per hari. Kondisi saat ini jauh lebih buruk dibandingkan saat pilkada diputuskan dilanjutkan pada 27 Mei lalu. Keputusan politik untuk menunda pilkada bukan berarti tidak berlandaskan hukum. Melihat kondisi hari ini, justru logis jika KPU, Pemerintah, dan DPR memutuskan menunda pilkada keputusan penundaan pilkada sesuai ketentuan Pasal 201A ayat (3) UU 6/2020 tentang Pilkada Serentak. Arum Sekar pasti gak mau donk, kalau dipaksa harus milih antara nyoblos atau keselamatan diri? Karena itu dukung petisi ini ya Arum Sekar supaya Pemerintah, DPR dan KPU menunda Pilkada ke 2021 atau sampai ada peraturan baru yang mengatur pelaksanaan Pilkada di pandemi sehingga bisa terjamin pelaksanaan protokol kesehatan. Salam,
KOPEL Indonesia & Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat |
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda